Senin, 25 Maret 2013

I .TINJAUAN ANALISIS TEORI MEDAN KRISTAL
            Teori medan kristal ini dikembangkan oleh Bethe (1929) dan Van Vleck (1931-1935). Walaupun teori ini telah lama digunakan oleh orang-orang fisika, baru mulai 1950 orang kimia mengetahui teori tersebut. Teori ini mengasumsikan bahwa interaksi antara atom pusat dan ligan hanya merupakan interaksi elektrostatik (ionik). Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipol permanen. Ion atau atom pusat dipandang sebagai partikel bermuatan positif sedangkan ligan sebagai partikel bermuatan negatif, karena pada umumya ligan bermuatan negatif atau molekul polar.
            Penyebab timbulnya teori ini, karena teori ikatan valensi mempunyai beberapa kelemahan antara lain :
1.      Terdapatnya warna-warna dalam senyawa kompleks yang tidak dapat diterangkan melalui teori ikatan valensi
2.       Ion-ion Ni2+ , Pd2+, Pt2+ dan Au3+ yang biasanya membentuk kompleks planar segi empat dapat membentuk kompleks tetrahendral atau kompleks dengan bilangan koordinasi 5
3.      Adanya beberpa kompleks ynag memilih membentuk outer orbital complexes
4.      Tidak dapat menjelaskan terjadinya spektra elekrtronik
5.      Keterangan tentang terjadinya kompleks planar segiempat dari [Cu(N3)N4]2+
6.      Perbedaan antara kompleks ionik dan kompleks kovalen.
            Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya sedang medan gabungan dari ligan-ligan akan mempengruhi elektron-elektron dari ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat (logam-logam transisi). Pengaruh ligan tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligan-ligan dalam kompleks.
            Kelima orbital d ion bebas dalam keadaan gas berada pada kondisi tergenerasi (pada tingkat energi sama) dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Teori medan kristal terutama membicarakan tentang pengaruh dari ligan yang tersususun secara berbeda-beda di sekitar ion pusat terhadap energi dari orbital d. Pembagian orbital d menjadi dua golongan yaitu orbital eg dan orbital t2g. Orbital eg adalah orbital yang berada pada sumbu yaitu orbital d­x2y2 dan dz2. Orbital t2g adalah orbital yang berada diantara sumbu yaitu orbital dxy, dxz dan orbital dyz. Pembagian kedua golongan orbital ini mempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligan terhadap orbital-orbital tersebut.

Dengan adanya ligan disekitar ion pusat, akan menimbulkan medan listrik yang akan menolak elektron terutama, elektron d ion pusat. Akibatnya, orbital d tidak lagi terdegenerate, orbital d ini terbagi menjadi beberapa orbital dengan energi yang berbeda. Dikatakan juga orbital d ini mengalami Splitting. Oleh karena itu elektron d yang berdekatan dengan ligan akan memiliki energi yang lebih besar dari yang berjauhan dengan ligan,menyebabkan pemisahan energi orbital-d. Pemisahan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
1.      Sifat-sifat Logam
2.      Keadan oksidasi logam. Keadaan oksidasi oksidasi yang kebih besar menyebabkan pemisahan yang lebh besar
3.      Susunan ligan di sekitar Logam
4.      Sifat –sifat ligan yang mengelilingi ion logam. Efek ligan yg lebih kuat akan menyebabkan perbedaan eenergi yang kebih besar antara orbital 3d yang berenergi tinggi dengan yang berenergi rendah
            Sebagai contoh : Ligan di dalam ion kompleks berupa ion-ion negatif seperti F-  dan CN- atau berupa molekul-molekul polar dengan muatan negatifnya mengarah pada ion pusat seperti H2O atau NH3. Ligan ini akan menimbulkan medan listrik yang akan menolak electron terutama electron d dari ion pusat, karena electron d ini terdapat di orbital paling luar dari ion pusat. Penolakan ini menyebabkan energy level orbital d dari ion pusat bertambah.
            Bila kelima orbital d sama dan medan ligan mempengaruhi kelimanya dengan cara yang sama maka kelima orbital d inti akan tetap degenerate pada energy level yang lebih tinggi (gambar 2 b). Namun kenyataannya kelima orbital d tidak sama, yaitu ada orbital eg atau d γ dan t2g atau d e.
            Akibat dari ini orbital d diurai oleh medan ligan. Peristiwa ini disebut uraian medan kristal atau crystal field splitting. Ligan-ligan yang menghasilkan medan listrik yang kuat disebut ligan medan kuat, dan sebaliknya disebut ligan medan lemah. Splitting dari orbital d oleh ligan bergantung pada strukturnya dan berbeda untuk struktur oktahedral, tetrahedral, dan planar segi empat.
II. MEDAN OKTAHEDRAL

            Struktur kompleks yang paling umum adalah octahedral, dalam struktur ini enam ligan membentuk octahedral di sekitar ion logam. Susunan ligan-ligan di sekitar ion pusat dalam struktur oktahedral dapat dilihat pada gambar 3. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa daya tolak yang dialami oleh ligan-ligan paling besar untuk electron-elektron yang terdapat pada orbital-orbital sepanjang sumbux,y,dan z. Pada gambar 3. Nampak bahwa orbital dz2 dan dx2- y2 terdapat pada sumbu x,y, dan z sedang orbital dxy , dxz  dan dyz   terdapat antara sumbu-sumbu. 
Jika medan hasil dari pengaruh ligan itu tidak simetri (tidak segala arah) misalnya jika ligan berjumlah 6 membentuk kompleks octahedral dan kemudian dibayangkan bahwa keenam ligan itu masuk sepanjang sumbu dari sisten koordinat,yaitu dari arah Z, -Z, X, -X, Y dan –Y (gambar 3) maka pada kondisi ini, ligan-ligan ini beriteraksi kuat dengan orbital-otbital yang terletak sepanjang sumbu X, Y, dan Z yaitu orbital dz2 dan dx2- y2. Akibatnya  tingkat energy kedua orbital itu akan naik, sedangkan ketiga orbital lain kurang kuat interaksinya sehingga tingkat energinya lebih rendah.

 Dengan kata lain kelima orbital d orbital d akan berpisah menjadi dua kelompok energy dengan perbedaan Δoct. Orbital dxy , dxz  dan dyz akan memiliki energy yang lebih rendah (disebut dengan orbital t2g)  daripada orbital dz2 dan dx2- y2 (disebut orbital eg) . Hal ini dikarenakan orbital dxy , dxz  dan dyz  memiliki posisi lebih jauh dari ligan-ligan, sehingga mendapat gaya tolak yang lebih kecil. Perbedaan tingkat energy kedua kelompok orbital tersebut diberi harga sebagai  10 Dq atau Δ0 (gambar 4).Perbedaan tingkat energy itu dapat besar atau kecil bergantung beberapa factor, tetapi semua itu didefinisikan sebagai 10 Dq. Pada pengisian electron, orbital t2g akan diisi lebih dahulu daripada orbital eg.
Pendekatan ion ke logam dapat dipandang melalui dua tahap. Tahap pertama ligan mendekat menghasilkan medan simetri (ke seluruh arah ) sehingga dihasilkan  kenaikan tingkat energy kelima orbital d (disebut orbital terdegenarasi hipotesis). Kedua pendekatan ligan dari arah tertentu (bentuk oktahendron) sehingga pembelahan orbital hipotesis menjadi dua kelompok yaitu pusat gravitasnya tetap. Dengan demikian tidak ada perubahan energy rata-rata dari orbital d secara keseluruhan. Dengan demikian tingkat energy orbital eg sebesar Dq lebih tinggi dari pusat gravitas dan orbital t2g sebesar 4 Dq lebih rendah dari pusat gravitas.
A.      Pengukuran 10 Dq
     Perlu diketahui bagaimana mengukur besarnya energy 10 Dq. Dalam hal ini digunakan satu contoh ion kompleks [Ti(H2O)6]. Ion Ti3+ memiliki satu electron pada orbital d atau konfigurasinya d4.Elektron itu tentu saja akan menempati orbital d terendah.  Dalam hal kompleks octahedral akan menempati orbital t2g.Larutan kompleks Ti3+ berwarna violet sebagai hasil penyerapan foton untuk mengeksitasi electron t2g4 ego                    t2go eg1
System d4 merupakan transisi yang sangat sederhana untuk menunjukkan transisi electron dari electron t2g4   ke ego. untuk system dn interaksi antar electron harus dipertimbangkan sehingga transisi menjadi lebih rumit.
B.       Energi Stabilisasi Medan Kristal
Teori elektrostatik sederhana tidak mengenal adanya orbital d yang mempunyai energy berbeda dalam kompleks. Karena itu teori ini menyatakan bahwa electron d terhadap pada orbital d hipotesis yang degenerate. Kenyataannya elektron d tadi menempati orbital t2g yang mempunyai energy 4 Dq lebih rendah dari orbital orbital hipotesis yang degenerate. Jadi  kompleks akan 4 Dq lebih stabil daripada senyawa elektrostatik sederhana. Dengan kata lain electron d dan juga kompleks sebagai keseluruhan, mempunyai energy lebih rendah sebagai hasil penempatan electron pada orbital t2g, suatu orbital yang relative jauh dari ligan. Energi sebesar 4 Dq disebut crystal field stabilization energy (CFSE) dari kompleks dan untuk  d2, CFSE= -8 Dq serta untuk d3 -12 Dq. Dalam pengisian electron aturan hund tetap berlaku. Elektron tetap tidak membentuk pasangan terlebih dahulu apabila masih ada orbital lain yang tingkat energinya sama belum terisi electron.  Dalam hal d2 ada dua kemungkinan konfigurasi, electron keempat dapat memasuki orbital eg atau orbital t2g dengan membentuk pasangan. Jika electron menempati  orbital eg maka pada kondisi ini dinamakan medan lemah atau spin tinggi. Kompleksnya dinamakan kompleks medan lemah atau kompleks spin tinggi. Kondisi itu  terjadi apabila harga 10 Dq sedemikian kecil sehingga energy yang diperlukan untuk membentuk pasangan electron dalam satu orbital (P) lebih besar daripada 10 Dq (P >10 Dq). Karena electron keepat menempati orbital eg maka harga CFSE menjadi (3x -4 Dq) + (1 x + 6Dq) =- 6 Dq
     Sistem d4 untuk kompleks medan lemah memiliki konfigurasi electron t2g3 eg4. Untuk sistem d5 elektron kelima akan masuk ke orbital eg sehingga konfigurasi electron menjadi  t2g3 eg2 dengan CFSE = 0. Dengan cara yang sama untuk system d6 – d10 dengan mudah dapat diperoleh.
 Sebagai contoh : ligan-ligan (seperti I- dan Br- ) yang menghasilkan Δ orbital d yang kecil disebut ligan medan lemah. Dalam hal ini adalah lebih mudah mendapatkan electron di aras energy orbital yang lebh tinggi daripada menepatkan dua electron pada orbital yang sama. Ini dikarenakan gaya tolak menolak dua elektrok lebih besar daripada Δ. Oleh karena itu, masing –masing electron ditempatkan pada setiap orbital d terlebih dahulu sebelum dipasangkan. Hal ini sesuai dengan kaidah hund dan menghasilkan “spin tinggi”, yaitu Br- adalah ligan medan lemah menghasilkan Δoct yang lebih kecil. Maka, ion [FeBr6]3-, yang juga memiliki 5 elektron , akan memiliki diagram pemisahan electron yang kelima orbitalnya dipenuhi secara tunggal
Jika pembedahan orbital sedemikian besar sehingga melebihi energy untuk pembentukan pasangan (10 Dq > P), electron keempat cenderung menempati orbital t2g.Kondisi semacam ini dinamakan medan kuat dan kompleksnya disebut sebagai kompleks medan kuat atau kompleks spin rendah. Harga CFSE untuk system d4 sama dengan -16 Dq + P, untuk system d5-20 Dq + 2P dan untuk d6 -24 Dq +3P. Sebagai contoh , NO2- yang merupakan ligan medan kuat, menghasilkan Δ yang besar. Ion octahedron [Fe(NO2)6]3- yang memiliki 5 elektron d akan memiliki diagram pemisahan ektahendron yang kelima elektronnya berada diorbital t2g.
Energi pasangan electron. Energi ini diperlukan apabila dua electron membentuk pasangan. Perbedaan energy antara konfigurasi spin rendah dan spin tinggi disebabkan 2 hal. Pertama adalah tolakan electron yang harus diatasi ketika dua electron ditempatkan dalam satu orbital (Pcoul) dan kedua adalah adanya energy perpindahan spin electron (Peks), yaitu energy yang diperlukan untuk mengubah spin dari pararel menjadi antipararel.
III. MEDAN TETRAHEDRAL
            Ligan –ligan yang tersusun secara tetrahedral sekita ion pusat tidak ada yang secara langsung searah dengan orbital eg atau t2g. Keempat ligan dalam struktur tetrahedral dapat digambarkan terletak pada sudut-sudut kubus seperti pada gambar 5. Dari gambar terlihat bahwa orbital t2g lebih dekat kepada ligan-ligan daripada orbital eg. Karena hal ini maka dalam medan tetrahedral, orbital t2g mendapat pengaruh yang besar dari ligan, akibatnya energy level orbital t2g naik dan orbital eg turun.Selanjutnya karena pusat gravitas tetap sama, orbital t2g 4 Dq diatas pusat gravitas dan eg 6 Dq dibawah pusat gravitas. Jadi pembelahan orbital d pada koordinasi kubus yang terdiri atas 8 ligan akan merupakan kebalikan dari octahedral Jika empat ligan kosong (gambar 5) dihilangkan maka tinggal 4 ligan lain yang terbentuk tetrahedral. Posisi tingkat energy orbital tetap sama tetapi besarnya akan berkurang menjadi separuhnya karena perbedaan tingkat energi tidak besar maka dalam kompleks tetrahedral hanya dikenal medan lemah dan konfigurasi electron dan besarnya CFSE akan menjadi sederhana. Energi pasangan tidak pernah lebih besar daripada 10 Dq sehingga tidak akan membentuk pasangan terlebih dahulu sebelum semua orbital terisi. Sistem d4, sebagai contoh ,mempunyai konfigurasi electron eg2 t2g2 dengan CFSE -4Dq. Akibat lain adalah harga CFSE tidak pernah mencapai -16 Dq sampai -24 Dq.
A.    Faktor-faktor yang mempengaruhi harga 10 Dq
Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi besarnya pembelahan orbital d oleh  ligan. Pertama adalah muatan ion logam. Makin banyak muatan ion,makin besar pula harga 10 Dq-nya. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan model medan Kristal elektrostatik. Semakin besar muatan ion logam akan semakin besar pula kemampuannya untuk menarik ligan lebih dekat. Akibatnya pengaruh ligan semakin kuat sehingga pembelahan orbital semakin besar.
Jenis ion pusat ternyata juga mempengaruhi harga 10 Dq. Logam –logam yang terletak dalam satu periode pada system periodic memang tidak begitu berbeda harga Dq-nya. Tetapi, bila dibandingkan logam-logam yang terletak dalam satu golongan,logam-logam memiliki orbital 5d lebih kuat daripada 4d dan 3d.
Faktor kedua adalah sifat ligan. Pengaruh ligan terhadap Δ , dinyatakan dalam apa yang disebut spectrochemical series.Untuk ion pusat dan bentuk geometri tertentu. Strong ligan field menyebabkan Δ yang besar, sedangkan weak ligand field menyebabkan Δ yang kecil. Beberapa ligan dapat dideretkan dalam suatu seri, sesuai dengan kekuatan medannya. Seri ini disebut spectrochemical series. Urutan ini tidak tergantung ion pusat dan bentuk geometri.
CO ~ CN- > NO2- > dipy >en > NH3 ~ py >NCS- > H2O > RCO-2 > OH- >
                                                1                                            2                       3
              Strong ligand field
               F>  Cl- > Br- > I-
                            4             Weak ligand field
            Angka 1,2, 3,  dan 4 menyatakan banyaknya lone pair electron yang ada. Dari daftar diatas ternyata, ligan-ligan dengan lone pair electron  sedikit mempunyai medan lebih kuat dari ada yang banyak. Hal ini disebabkan karena interaksi dengan ion pusat dari ligan dengan lone pair electron sedikit, lebih besar daripada ligan dengan lone pair electron yang banyak. Untuk menjelaskan deretan diatas teori medan kristal yang hanya memperhitungkan ikatan dalam kompleks sebagai ikatan ionic perlu diperluas. Dengan menganggap bahwa sebagian dari ikatan yang ada berisifat ikatan kovalen. Teori Medan Kristal yang memperhitungkan kemungkinan adanya ikatan kovalen disebut adjusted crystal field theory (ACFT). Atau lebih dikenal sebagai ligand field theory (LFT). Secara kualitatif teori ini dapat menetapkan Δ  yang disebabkan oleh bermacam-macam ligan. Molekul-molekul seperti CO, CN-, phen, NO2 yang menyebabkan Δ besar,ternyata dapat membentuk ikatan π dengan atom pusat. Adanya ikatan π inilah yang memperbesar CF splitting.


IV. BEBERAPA PEMAKAIAN TEORI MEDAN KRISTAL
            Banyak sifat-sifat serta kenyatan-kenyataan lain yang dapat dijelaskan dengan teori medan Kristal antara lain:
a.      Pengaruh Medan Ligan pada Warna
 Warna-warna cerah yang terlihat pada lkebanyakan senyawa koordinasi dapat dijelaskan oleh teori medan Kristal ini. Hampir semua senyawa-senyawa  kompleks mempunyai warna-warna tertentu, karena zat ini meyerap sinar di daerah tampak atau visible region. Jika orbital-d dari sebuah kompleks berpisah menjadi dua kelompok seperti yang dijelaskan di atas, maka ketika molekul tersebut menyerap foton dari cahaya tampak, satu atau lebih elektron yang berada dalam orbital tersebut akan meloncat dari orbital-d yang berenergi lebih rendah ke orbital-d yang berenergi lebih tinggi, menghasilkan keadaam atom yang tereksitasi. Perbedaan energi antara atom yang berada dalam keadaan dasar dengan yang berada dalam keadaan tereksitasi sama dengan energi foton yang diserap dan berbanding terbalik dengan gelombang cahaya. Karena hanya gelombang-gelombang cahaya (λ) tertentu saja yang dapat diserap (gelombang yang memiliki energi sama dengan energi eksitasi), senyawa-senyawa tersebut akan memperlihatkan warna komplementer (gelombang cahaya yang tidak terserap),yang nampak pada mata kita sebagai warna.  Bila zat menyerap semua warna dari  sinar tampak , zat tersebut berwarna hitam dan sebaliknya  bila zat sama sekali tidak meyerap warna sinar tampak, zat tersebut berwarna putih.
            Seperti yang dijelaskan di atas, ligan-ligan yang berbeda akan menghasilkan medan kristal yang energinya berbeda-beda pula, sehingga kita bisa melihat warna-warna yang bervariasi. Untuk sebuah ion logam, medan ligan yang lebih lemah akan membentuk kompleks yang Δ-nya bernilai rendah, sehingga akan menyerap cahaya dengan λ yang lebih panjang dan merendahkan frekuensi ν. Sebaliknya medan ligan yang lebih kuat akan menghasilkan Δ yang lebih besar, menyerap λ yang lebih pendek, dan meningkatkan frekuensi ν. Sangatlah jarang energi foton yang terserap akan sama persis dengan perbedaan energi Δ; terdapat beberapa faktor-faktor lain seperti tolakan elektron dan efek Jahn-Teller yang akan mempengaruhi perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi.
Misalnya [Ti(OH2)6]3+ berwarna ungu sedang [Cu(OH2)6]2+ berwarna biru muda. Untuk suatu ion pusat warnanya berbeda bila ligannya berbeda, misalnya [Cn(OH)2]2+ berwarna biru muda, tetapi [Cu(NH3)4(OH2)]2+ berwarna biru tua. 
Roda warna mendemonstrasikan warna senyawa yang akan terlihat jika ia hanya menyerap satu gelombang cahaya. Sebagai contoh, jika senyawa tersebut menyerap warna merah, maka ia akan tampak hijau.
λ diserap vs warna terpantau
400nm Ungu diserap, Hijau-kuning terpantau (λ 560nm)
450nm Blue diserap, Kuning terpantau (λ 600nm)
490nm Biru-hijau diserap, Merah terpantau (λ 620nm)
570nm Kuning-hijau diserap, Ungu terpantau (λ 410nm)
580nm Kuning diserap, Biru tua terpantau (λ 430nm)
600nm Jingga diserap, Biru terpantau (λ 450nm)
650nm Merah diserap, Hijau terpantau (λ 520nm)
a.      Distorsi tetragonal dari octahedral
            Jika dua ligan trans dalam kompleks octahedral (misalnya sepanjang sumbu z) menjauhi atau mendekati ion logam maka kompleks mengalami distorsi secara tetragonal. Biasanya beberapa distorsi sulit terjadi karena akan kehilangan energy ikat, walaupun demikian pada kondisi tertentu memungkinkan terjadinya suatu distorsi. Salah satu kondisi yang menyebabkan terjadinya distorsi adalah efek John Teller. Teorema John Teller mengatakan bahwa untuk system non-linear, yaitu dimana system orbital-orbital yang berada dalam keadaan tergenerasi terdistribusi electron secara tidak merata, distorsi pasti terjadi menjadi sistem kurang simetri, orbitalnya terdegenaarsi dan energinya turun.
            Kompleks [Ti(H2O)6]3+ merupakan suatu conton system non linear  karena satu electron ion logam ditempatkan dalam orbital t2g yang tersusun oleh tiga orbital terdegenarasi (system non-linear). Berdasarkan teorema John Teller kompleks itu harus mengalami distorsi. Sayangnya, teorema tidak meramalkan jenis distorsi mana yang akan terjadi apakah keluar z (z-out) atau masuk z (z-in). Untuk memahami jenis distorsi yang terjadi dapat digunakan suatu asumsi suatu electron akan menempati tingkat energy yang lebih rendah agar memperoleh stabilitas tambahan. Berdasarkan hal ini mudah dipahamibahwa jikaelektron pada kompleks Ti3+ menempati orbital dx2- y2 atau ligan sumbu x mendekati ion logam akan memiliki stabilitas lebih tinggi daripada jika ligan sumbu z menjauhi ion logam. Harga CFSE akan 2/3 lebih besar daripada jika tidak terjadi distorsi dan 1/3 lebih besar jika mengalami distorsi ligan sumbu z menjauhi ion pusat. Adanya distorsi pada kompleks ini ditunjukkano leh adanya dua spectrum hasil eksitasi t2g eg0          t2g0 eg1.
DAFTAR PUSTAKA

Zumdahl, Steven S. Chemical Principles Fifth Edition. Boston: Houghton Mifflin Company, 2005. 550-551,957-964.
D. F. Shriver and P. W. Atkins. Inorganic Chemistry 3rd edition. Oxford University Press, 2001. Pages: 227-236.
Housecroft, C. E. and Sharpe, A. G. (2005) Inorganic Chemistry 2nd edition, England: Pearson Education Limited.
Sukardjo, Prof, Dr. Kimia Koordinasi. 1992. PT. Rineka Cipta.



Kamis, 21 Maret 2013



 
ENZIM LIPASE
BAB I
PENDAHULUAN

Enzim adalah golongan protein yang disintesis oleh sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator dalam setiap reaksi metabolisme yang terjadi pada organisasi hidup. Enzim juga merupakan biokatalisator yang menunjang berbagai proses industri. Hal ini disebabkan enzim mempunyai efisiensi dan efektifitas yang tinggi, reaksinya tidak menimbulkan produk samping, serta dapat digunakan berulangkali dengan teknik amobilisasi (Lehninger, 1995).
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh sel.Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.
Reaksi-reaksi enzimatik dibutuhkan agar bakteri dapat memperoleh makanan/ nutrient dalam keadaan terlarut yang dapat diserap ke dalam sel, memperoleh energi Kimia yang digunakan untuk biosintesis, perkembangbiakan, pergerakan, dan lain-lain.
1.      Nomenklatur Enzim
Biasanya enzim mempunyai akhiran –ase. Di depan –ase digunakan nama substrat di mana enzim itu bekerja., atau nama reaksi yang dikatalisis. Misal : selulase, dehidrogenase, urease, dan lain-lain. Tetapi pedoman pemberian nama tersebut diatas tidak selalu digunakann. Hal ini disebabkan nama tersebut digunakan sebelum pedoman pemberian nama diterima dan nama tersebut sudah umum digunakan. Misalnya pepsin, tripsin, dan lain-lain. Dalam Daftar Istilah Kimia Organik (1978), akhiran –ase tersebut diganti dengan –asa.
2.      Struktur Enzim
Pada mulanya enzim dianggap hanya terdiri dari protein dan memang ada enzim yang ternyata hanya tersusun dari protein saja. Misalnya pepsin dan tripsin.Tetapi ada juga enzim-enzim yang selain protein juga memerlukan komponen selain protein. Komponen selain protein pada enzim dinamakan kofaktor. Koenzim dapat merupakan ion logam/ metal, atau molekul organik yang dinamakan koenzim. Gabungan antara bagian protein enzim (apoenzim) dan kofaktor dinamakan holoenzim.
Enzim yang memerlukan ion logam sebagai kofaktornya dinamakan metaloenzim.. Ion logam ini berfungsi untuk menjadi pusat katalis primer, menjadi tempat untuk mengikat substrat, dan sebagai stabilisator supaya enzim tetap aktif. Untuk memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang tinggi, perlu diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara isolasi, serta jenis substrat yang digunakan. Kondisi pertumbuhan yang menunjang produksi enzim secara maksimal adalah pH, suhu inkubasi, waktu inkubasi, dan komposisi media pertumbuhan harus mengandung sumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral (Wang, 1979).
Pengunaan enzim dalam bioteknologi modern semakin berkembang secara cepat. Banyak industri-industri yang telah memanfaatkan kerja enzim, meliputi industri pangan dan non pangan. Salah satu jenis enzim yang mempunyai peran penting dan tidak ada bandingan dalam pertumbuhan bioteknologi adalah enzim lipase. Enzim ini memiliki sifat khusus dapat memecahkan ikatan ester pada lemak dan gliserol. Selain itu, lipase mempunyai kemampuan mengkatalis reaksi organik baik didalam media berair maupun dalam media non air (Sumarsih, 2004). Enzim lipase sangat berperan dalam pemisahan asam lemak dan pelarutan noda minyak pada alat industri agar minyak dapat dilarutkan dalam air. Beberapa reaksi yang dikatalisis oleh enzim lipase diantaranya adalah reaksi hidrolisis, alkoholisis, esterifikasi,dan interesterifikasi (Dosanjh dan Kaur, 2002).
Disamping dari tanaman dan hewan, dewasa ini lipase mulai diproduksi dari berbagai mikroorganisme. Keuntungan memproduksi enzim dari mikroorganisme menurut Suhartono (1989) adalah produksi enzim dapat ditingkatkan dalam skala besar dalam ruangan yang relatif terbatas. Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim lipase, karena bakteri memiliki kemampuan hidup di berbagai lingkungan yang terdapat kandungan makanan atau nutrisi yang kompleks.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Dewasa ini, enzim adalah senyawa yang umum digunakan dalam proses produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal dari enzim yang diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim dalam proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang kemudian akan meningkatkan jumlah produksi.
Lipase (triacylglycerol hydrolase, E.C. 3.1.1.3) merupakan enzim yang penting pada industri lemak dan minyak, yaitu untuk mengubah bentuk fisik dan kimia minyak dan lemak alami menjadi produk yang bernilai tambah lebih tinggi (Elisabeth dan Siahaan, 2000, Ronne, T.H., et.al., 2005, Wang, et.al., 2006, Liu, et.al., 2007) sebagai contoh yang telah berhasil dengan baik yaitu modifikasi minyak dari tumbuhan menjadi lemak kakao subtitusi yaitu minyak sawit dengan stearin kelapa sawit, ataupun dengan mengganti sebagian dengan lemak sapi, minyak bunga matahari yang dilakukan secara interesterifikasi enzimatis (Macrae, 1983; Forssell, et.al., 1992; Bloomer, et.al., 1990; Khumalo, et.al., 2002).
Pemanfaatan enzim lipase di dalam industri pangan maupun non pangan semakin meningkat. Pada industri pangan, lipase banyak digunakan dalam industri susu (hidrolisis lemak susu), industri roti dan kue (meningkatkan aroma dan memperpanjang umur simpan), industri bir (meningkatkan aroma dan mempercepat fermentasi), industri bumbu (meningkatkan kualitas/tekstur), serta pengolahan daging dan ikan (meningkatkan aroma dan mengubah lemak). Sedangkan pada industri non pangan, lipase digunakan pada industri kimia dan obat-obatan (transesterifikasi minyak alami), industri oleokimia (hidrolisis lemak/minyak), industri detergen (melarutkan spot minyak/lemak), industri obat-obatan (mempermudah daya cerna minyak/lemak dalam pangan), kedokteran (analisis trigliserida dalam darah), industri kosmetik (mengubah lemak), dan industri kulit (mengubah lemak dalam jaringan lemak). Pemanfaatan lipase pada industri lemak dan minyak untuk mengubah bentuk fisik dan kimia minyak dan lemak alami menjadi produk yang bernilai tambah lebih tinggi (Khumalo, et.al., 2002).
Lipase diklasifikasikan sebagai enzim hidrolase yang menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas, gliserida parsial (monogliserida), digliserida dan gliserida (Macrae, 1983). Aplikasi lipase untuk hidrolisis, interesterifikasi dan esterifikasi telah menjadi objek penelitian, dengan perhatian utama pada aplikasi minyak dan lemak. Lipase dapat digunakan dengan baik sebagai biokatalis dalam proses biologis (Dosanjh and Kaur, 2002).
Lipid terstruktur adalah triasil gliserol yang mengandung campuran asam lemak berantai pendek, medium, atau keduanya dan berantai panjang yang sebaiknya dalam molekul gliserol yang sama supaya menunjukkan potensi maksimalnya (Akoh, 1988). Lipid terstruktur berdasarkan lokasi asam lemak dibedakan menjadi lipid terstruktur spesifik (LSS) dan lipid terstruktur non-spesifik (LS). LS adalah minyak dan lemak termodifikasi atau sintetik mengandung asam lemak berantai panjang dan medium atau pendek. LSS adalah minyak dan lemak termodifikasi atau sintetik mengandung asam lemak berantai panjang dan medium atau pendek, dimana masing-masing kelompok menempati secara spesifik pada posisi sn-2 atau sn-1,3 dari kerangka gliserol. LS dapat diproduksi dengan interesterifikasi kimia (randominisasi) atau enzimatik. Namun LSS hanya dapat diproduksi melalui interesterifikasi enzimatik menggunakan enzim lipase regiospesifik (Xu, 2000). Pada akhir-akhir ini produk baru berupa LSS memperoleh perhatian dunia di bidang teknologi pangan dan gizi. Bahkan sintesis LSS dapat melalui ester asam lemak misalnya metil atau etil ester asam lemak yang dapat digunakan pula untuk biodiesel atau bahan baku industri oleokimia.
                                                              BAB III
PEMBAHASAN

A.    Lipase
Enzim lipase atau asilgliserol hidrolase (E.C 3.1.1.3) merupakan enzim yang dapat menghidrolisis rantai panjang trigliserida.  Keterangan dari kode enzim ini adalah :
  3  Hydrolases
    1  Acting on ester bonds
      1  Carboxylic-ester hydrolases
        3  triacylglycerol lipase
Enzim ini memiliki potensi untuk digunakan memproduksi asam lemak, yang merupakan prekursor berbagai industri kimia. Lipase diklasifikasikan sebagai enzim hidrolase yang menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas, gliserida parsial (monogliserida), digliserida dan gliserida seperti pada gambar berikut.
 
Produksi asam lemak secara industri menggunakan katalis kimia menghasilkan efek samping bagi lingkungan. Selain itu enzim lipase telah banyak dikenal memiliki cakupan aplikasi yang amat luas dalam bidang bioteknologi, seperti biomedikal, pestisida, pengolahan limbah, industri makanan, biosensor, detergen, untuk industri kulit dan industri oleokimia (memproduksi asam lemak dan turunannya).
Lipase sebagai katalis untuk reaksi esterifikasi dapat diperoleh dari species mikrobia ataupun tanaman. Nelson dkk. (1996) melakukan ”screening” lipase dari banyak spesies mikroba dalam kemampuannya melakukan transesterifikasi trigleserida dengan alkohol rantai pendek menjadi alkil ester. Lipase Mucor miehei ternyata paling efisien mengubah trigliserida menjadi alkil ester dengan alkohol primer, sedangkan lipase dari Candida antartica paling efisien untuk transesterifikasi trigliserida dengan alkohol sekunder menghasilkan alkohol ester bercabang. Lipase ini juga terbukti efektif untuk transesterifikasi minyak nabati dan bahan baku lain yang mengandung asam lemak tinggi menjadi derivat alkil ester.
B.     Sisi aktif enzim lipase
Lipase juga disebut dengan serin hidrolase yang bekerja pada urutan G-X1-S-X2-G, dimana G-glycine, S-serine, X1-histidin dan X2-asam glutamat atau aspartat. Fungsi biologis dari lipase adalah mengkatalisis proses hidrolisis dari triacylglycerols  menjadi asam lemak bebas.  Gambar beikut dapat dilihat struktur 3 dimensi dari enzim lipase.
Dari gambar diatas dapat dilihat komponen sisi aktiv dari enzim lipase yang teridiri dari Serin-77, Aspartat-133 dan Histidin-156. Berikut adalah struktur dari asam amino serin, aspartat dan histidin.
   

Interaksi residu Asp atau Glu bermuatan negatif memungkinkan residu tersebut untuk bertindak sebagai basis umum yang dapat menangkap sebuah proton dari gugus hidroksil situs aktif Serin. Sehingga dihasilkan ion alkoksida yang nukleofilik terhadap residu Serin untuk menyerang gugus karbonil substrat ester membentuk perantara asil-enzim. Komponen penting lainnya untuk mekanisme katalitik adalah oxyanion-hole yang terdiri dari donor ikatan H (kebanyakan ikatan kelompok N-H). Lubang oxyanion membantu untuk menstabilkan reaksi antara selama katalisis ketika oksigen karbonil membawa muatan parsial negatif.
Proses aktivasi serin oleh histidin dan asp/glu lipase dapat digambarkan seperti dibawah ini.
C.  Mekanisme Hidrolisis Triasilgliserol
Secara umum proses pemutusan ikatan ester oleh lipase dapat digambarkan seperti berikut ini.
Dari gambar di atas maka dapat kami tuliskan mekanisme reaksi dari hidrolisis triasilgliserol secara umum seperti berikut ini.
D.    Aplikasi enzim lipase
1.      Lipase dalam industri susu
Lipase digunakan secara ekstensif dalam industri susu untuk hidrolisis lemak susu. Aplikasi saat ini meliputi peningkatan rasa keju, percepatan pematangan keju, pembuatan produk keju-suka, dan lipolisis lemak mentega, dan cream. Sedangkan penambahan lipase terutama lisis rantai pendek (C4 dan C6) asam lemak yang mengarah ke pengembangan rasa, aroma tajam, pelepasan rantai menengah (C12 dan C14) asam lemak cenderung memberikan rasa sabun untuk produk . Selain itu, asam lemak bebas mengambil bagian dalam reaksi kimia sederhana di mana mereka memulai sintesis bahan rasa lain seperti aceto-asetat, ß-keto asam, metil keton, ester rasa, dan lactones.
2.      Lipase dalam deterjen
 Penggunaan enzim dalam sabun bubuk masih tetap menjadi pemasaran terbesar untuk industri enzyme. Tren di seluruh dunia terhadap suhu pencucian yang lebih rendah telah menyebabkan permintaan jauh lebih tinggi untuk formulasi deterjen rumah tangga. program skrining terakhir intensif, diikuti oleh manipulasi genetik, telah menghasilkan pengenalan beberapa persiapan yang cocok, misalnya, Novo Nordisk's Lipolase (lipase Humicola disajikan dalam Aspergillus oryzae).
3.       Lipase di industri oleokimia
 Ruang lingkup penerapan lipase pada industri oleokimia sangat besar karena menghemat energi dan meminimalkan degradasi termal selama hidrolisis, glycerolysis, dan alcoholysis. Miyoshi Minyak dan Lemak.Co Jepang, melaporkan penggunaan komersial cylindracea lipase Candida dalam produksi sabun. Pengenalan generasi baru enzim murah dan sangat termostabil dapat mengubah keseimbangan ekonomi yang mendukung penggunaan lipase.
Kecenderungan saat ini di industri oleokimia adalah suatu gerakan menjauh dari menggunakan pelarut organik dan emulsifiers. Berbagai reaksi yang melibatkan hidrolisis, alkoholisis, dan glycerolysis telah dilakukan langsung dalam campuran substrat menggunakan berbagai lipase amobil. Ini telah menghasilkan produktivitas yang tinggi serta terus menerus menjalankan proses. Hidrolisis enzimatis mungkin menawarkan harapan terbesar untuk membelah lemak tanpa investasi yang besar dalam peralatan mahal serta pengeluaran dalam jumlah besar energy termal.
4.      Lipase dalam sintesis trigliserida
 Nilai komersial lemak tergantung pada komposisi asam lemak dalam struktur mereka. Sebuah contoh khas dari campuran trigliserida tinggi nilai-asimetris adalah mentega kakao. Potensi lipase 1,3-regiospecific untuk pembuatan pengganti mentega, coklat diakui oleh Unilever dan Fuji Oil. Ulasan komprehensif pada teknologi ini, termasuk analisis komposisi produk yang ditemukan. Pada prinsipnya, pendekatan yang sama berlaku untuk sintesis banyak lainnya terstruktur triglycerides properti memiliki dietic atau nutrisi yang berharga, lemak misalnya, susu manusia. Ini trigliserida dan lemak fungsional serupa mudah diperoleh dengan acidolysis dari fraksi minyak kelapa sawit yang kaya 2-palmitoil gliserol dengan asam lemak tak jenuh (s). Acidolysis, dikatalisis oleh lipase 1,3-spesifik, digunakan dalam penyusunan produk nutrisi penting yang umumnya mengandung lemak rantai asam menengah. Lipase sedang diselidiki secara ekstensif sehubungan dengan modifikasi minyak bernilai tinggi asam lemak tak jenuh ganda seperti asam arakidonat, asam eicosapentaenoic, dan asam docosahexaenoic. Pengayaan substansial di kandungan asam lemak tak jenuh ganda fraksi mono-gliserida telah dicapai oleh alkoholisis lipase-katalis atau hydrolysis.
5.      Lipase dalam sintesis surfaktan
 Poligliserol dan karbohidrat ester asam lemak banyak digunakan sebagai detergen industri dan sebagai pengemulsi dalam berbagai besar formulasi makanan (spread yang rendah lemak, saus, es krim, mayonnaises). Enzymic sintesis surfaktan fungsional yang sama telah dilakukan pada suhu sedang (60-80 ° C) dengan regioselectivity sangat baik. Adelhorst et al telah melakukan esterifikasi pelarut-bebas dari sederhana alkil-glikosida menggunakan asam lemak cair dan lipase amobil antarctica Candida. Fregapane et al diperoleh mono-dan di-esters dari monosakarida dalam hasil tinggi, menggunakan asetal gula sebagai bahan awal. Lipase dari A. terreus mensintesis biosurfaktan oleh transesterifikasi antara minyak alami dan gula alcohol. Lipase juga dapat mengganti phospholipases dalam produksi lysophospholipids. Lipase Miehei Mucor telah digunakan untuk transesterifikasi fosfolipid dalam berbagai alcohol primer dan sekunder. Lipase juga mungkin berguna dalam sintesis berbagai macam surfaktan bio-degradable amfoter, ester asam amino yaitu berbasis, dan amides.
6.      Lipase dalam sintesis bahan-bahan untuk produk perawatan pribadi
  Unichem Internasional baru-baru ini meluncurkan produksi palmitat isopropyl miristat, isopropil, dan 2-ethylhexyl palmitate untuk digunakan sebagai emolien dalam produk perawatan pribadi seperti minyak kulit dan krim anti sinar matahari, dan sabun mandi. Ester Wax memiliki aplikasi serupa dalam produk perawatan pribadi dan sedang diproduksi secara enzimatis, menggunakan lipase C. cylindracea, dalam sebuah batch bioreactor.
7.      Lipase di farmasi dan bahan kimia pertanian
 Utilitas lipase dalam penyusunan synthons kiral baik diakui dan didokumentasikan. Beberapa proses baru saja dikomersialkan yang telah dijelaskan oleh Sainz-Diaz et al., dan Davis et al. Resolusi asam 2-halopropionic, bahan awal untuk sintesis herbisida phenoxypropionate, adalah proses berdasarkan esterifikasi selektif (S)-isomer dengan butanol, yang dikatalisis oleh lipase pankreas babi dalam hexane anhidrat. Contoh lain yang mengesankan dari aplikasi komersial lipase dalam resolusi campuran rasemat adalah hidrolisis epoxyester alcohol. Produk reaksi, ester (R)-glisidil dan (R)-glycidol dapat segera dikonversi ke (R) - dan (S)-glycidyltosylates yang intermediet menarik bagi penyusunan optik blocker ß aktif-dan berbagai macam produk lainnya . Sebuah teknologi yang sama telah dikomersialisasikan untuk menghasilkan 2 (R), glycidate 3 (S)-methylmethoxyphenyl, yang intermediate kunci dalam pembuatan obat kardiovaskular optik Diltiazem murni.
Lipase memiliki aplikasi sebagai katalis industri untuk resolusi alkohol rasemat dalam penyusunan beberapa prostaglandin, steroid, dan analog nukleosida carbocyclic. Regioselective modifikasi senyawa organik polifungsional daerah lain belum berkembang pesat aplikasi lipase, khususnya di bidang AIDS treatment. Lipase dari A. carneus  dan A. terreus menunjukkan kemo-dan regiospecificity di hidrolisis peracetates dari farmasi penting polifenolik compounds. Lipase juga berguna dalam sintesis dari sucralose sweetner buatan oleh hidrolisis regioselective dari Octa-acetylsucrose.
8.      Lipase dalam sintesis polimer
Stereoselektivitas lipase berguna untuk sintesis polymer optik aktif. Polimer ini adalah reagen asimetris, dan digunakan sebagai pernyerap. Di bidang kristal cair, monomer yang sesuai dapat dibuat dengan transesterifikasi lipase-katalis dari alcohol, yang dengan alkohol rasemat bisa disertai dengan resolution. Penggunaan glycidyltosylates kiral untuk persiapan crystal feroelektrik cair juga telah dilaporkan. Dengan demikian, enzim ini telah melakukan diversifikasi penggunaan komersial, baik dalam hal skala dan proses. Lipase telah bekerja dengan sukses di industri makanan serta teknologi tingkat tinggi dalam produksi bahan kimia dan farmasi. Selanjutnya, enzim ini memiliki potensi di bidang baru, untuk lipase misalnya telah berhasil telah digunakan dalam pembuatan kertas - ternyata, perlakuan pulp dengan lipase menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan kebutuhan pembersihan berkurang. Demikian pula, enzim juga telah digunakan dalam hubungan dengan koktail mikroba untuk pengobatan limbah lemak yang kaya dari pabrik es krim.
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1.      Enzim adalah golongan protein yang disintesis oleh sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator dalam setiap reaksi metabolisme yang terjadi pada organisasi hidup. Enzim juga merupakan biokatalisator yang menunjang berbagai proses industri. Hal ini disebabkan enzim mempunyai efisiensi dan efektifitas yang tinggi, reaksinya tidak menimbulkan produk samping, serta dapat digunakan berulangkali dengan teknik amobilisasi.
2.      Enzim lipase atau asilgliserol hidrolase (E.C 3.1.1.3) merupakan enzim yang dapat menghidrolisis rantai panjang trigliserida.
3.      Aplikasi enzim lipase dapat dilihat pada keberadaannya dalam susu, deterjen, industry oleokimia, sintesis trigliserida, surfaktan, sintesis bahan-bahan untuk produk perawatan pribadi, farmasi dan bahan kimia pertanian,  dan sintesis polimer.

DAFTAR PUSTAKA



Anonim, 2011, Enzim. http://www.scribd.com. Diakses pada tanggal 19 september 2011.

Dosanjh, N.S., dan Kaur, J. 2002. Immobilization, Stability and esterification Studies of A Lipase From Bacillus sp. Journal Biotechnology and Applied Biochemistry. Vol. 36. Hlm 7-12. Punjab University. Chandigarh.

Lehninger, A.L. 1995. Dasar-dasar Biokimia I. Erlangga. Jakarta.

Sumarlin, 2010, Enzim Lipase dari Mikroba. Universitas Haluoleo. Kendari.

Wang, I.C. 1979. John Wiley and Sons. Fermentation and Enzymes Technology. New York.