Senin, 25 Maret 2013

I .TINJAUAN ANALISIS TEORI MEDAN KRISTAL
            Teori medan kristal ini dikembangkan oleh Bethe (1929) dan Van Vleck (1931-1935). Walaupun teori ini telah lama digunakan oleh orang-orang fisika, baru mulai 1950 orang kimia mengetahui teori tersebut. Teori ini mengasumsikan bahwa interaksi antara atom pusat dan ligan hanya merupakan interaksi elektrostatik (ionik). Ion kompleks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai momen dipol permanen. Ion atau atom pusat dipandang sebagai partikel bermuatan positif sedangkan ligan sebagai partikel bermuatan negatif, karena pada umumya ligan bermuatan negatif atau molekul polar.
            Penyebab timbulnya teori ini, karena teori ikatan valensi mempunyai beberapa kelemahan antara lain :
1.      Terdapatnya warna-warna dalam senyawa kompleks yang tidak dapat diterangkan melalui teori ikatan valensi
2.       Ion-ion Ni2+ , Pd2+, Pt2+ dan Au3+ yang biasanya membentuk kompleks planar segi empat dapat membentuk kompleks tetrahendral atau kompleks dengan bilangan koordinasi 5
3.      Adanya beberpa kompleks ynag memilih membentuk outer orbital complexes
4.      Tidak dapat menjelaskan terjadinya spektra elekrtronik
5.      Keterangan tentang terjadinya kompleks planar segiempat dari [Cu(N3)N4]2+
6.      Perbedaan antara kompleks ionik dan kompleks kovalen.
            Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya sedang medan gabungan dari ligan-ligan akan mempengruhi elektron-elektron dari ion pusat. Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat (logam-logam transisi). Pengaruh ligan tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligan-ligan dalam kompleks.
            Kelima orbital d ion bebas dalam keadaan gas berada pada kondisi tergenerasi (pada tingkat energi sama) dan elektron dalam orbital ini selalu memenuhi hukum multiplicity yang maksimal. Teori medan kristal terutama membicarakan tentang pengaruh dari ligan yang tersususun secara berbeda-beda di sekitar ion pusat terhadap energi dari orbital d. Pembagian orbital d menjadi dua golongan yaitu orbital eg dan orbital t2g. Orbital eg adalah orbital yang berada pada sumbu yaitu orbital d­x2y2 dan dz2. Orbital t2g adalah orbital yang berada diantara sumbu yaitu orbital dxy, dxz dan orbital dyz. Pembagian kedua golongan orbital ini mempunyai arti penting dalam hal pengaruh ligan terhadap orbital-orbital tersebut.

Dengan adanya ligan disekitar ion pusat, akan menimbulkan medan listrik yang akan menolak elektron terutama, elektron d ion pusat. Akibatnya, orbital d tidak lagi terdegenerate, orbital d ini terbagi menjadi beberapa orbital dengan energi yang berbeda. Dikatakan juga orbital d ini mengalami Splitting. Oleh karena itu elektron d yang berdekatan dengan ligan akan memiliki energi yang lebih besar dari yang berjauhan dengan ligan,menyebabkan pemisahan energi orbital-d. Pemisahan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
1.      Sifat-sifat Logam
2.      Keadan oksidasi logam. Keadaan oksidasi oksidasi yang kebih besar menyebabkan pemisahan yang lebh besar
3.      Susunan ligan di sekitar Logam
4.      Sifat –sifat ligan yang mengelilingi ion logam. Efek ligan yg lebih kuat akan menyebabkan perbedaan eenergi yang kebih besar antara orbital 3d yang berenergi tinggi dengan yang berenergi rendah
            Sebagai contoh : Ligan di dalam ion kompleks berupa ion-ion negatif seperti F-  dan CN- atau berupa molekul-molekul polar dengan muatan negatifnya mengarah pada ion pusat seperti H2O atau NH3. Ligan ini akan menimbulkan medan listrik yang akan menolak electron terutama electron d dari ion pusat, karena electron d ini terdapat di orbital paling luar dari ion pusat. Penolakan ini menyebabkan energy level orbital d dari ion pusat bertambah.
            Bila kelima orbital d sama dan medan ligan mempengaruhi kelimanya dengan cara yang sama maka kelima orbital d inti akan tetap degenerate pada energy level yang lebih tinggi (gambar 2 b). Namun kenyataannya kelima orbital d tidak sama, yaitu ada orbital eg atau d γ dan t2g atau d e.
            Akibat dari ini orbital d diurai oleh medan ligan. Peristiwa ini disebut uraian medan kristal atau crystal field splitting. Ligan-ligan yang menghasilkan medan listrik yang kuat disebut ligan medan kuat, dan sebaliknya disebut ligan medan lemah. Splitting dari orbital d oleh ligan bergantung pada strukturnya dan berbeda untuk struktur oktahedral, tetrahedral, dan planar segi empat.
II. MEDAN OKTAHEDRAL

            Struktur kompleks yang paling umum adalah octahedral, dalam struktur ini enam ligan membentuk octahedral di sekitar ion logam. Susunan ligan-ligan di sekitar ion pusat dalam struktur oktahedral dapat dilihat pada gambar 3. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa daya tolak yang dialami oleh ligan-ligan paling besar untuk electron-elektron yang terdapat pada orbital-orbital sepanjang sumbux,y,dan z. Pada gambar 3. Nampak bahwa orbital dz2 dan dx2- y2 terdapat pada sumbu x,y, dan z sedang orbital dxy , dxz  dan dyz   terdapat antara sumbu-sumbu. 
Jika medan hasil dari pengaruh ligan itu tidak simetri (tidak segala arah) misalnya jika ligan berjumlah 6 membentuk kompleks octahedral dan kemudian dibayangkan bahwa keenam ligan itu masuk sepanjang sumbu dari sisten koordinat,yaitu dari arah Z, -Z, X, -X, Y dan –Y (gambar 3) maka pada kondisi ini, ligan-ligan ini beriteraksi kuat dengan orbital-otbital yang terletak sepanjang sumbu X, Y, dan Z yaitu orbital dz2 dan dx2- y2. Akibatnya  tingkat energy kedua orbital itu akan naik, sedangkan ketiga orbital lain kurang kuat interaksinya sehingga tingkat energinya lebih rendah.

 Dengan kata lain kelima orbital d orbital d akan berpisah menjadi dua kelompok energy dengan perbedaan Δoct. Orbital dxy , dxz  dan dyz akan memiliki energy yang lebih rendah (disebut dengan orbital t2g)  daripada orbital dz2 dan dx2- y2 (disebut orbital eg) . Hal ini dikarenakan orbital dxy , dxz  dan dyz  memiliki posisi lebih jauh dari ligan-ligan, sehingga mendapat gaya tolak yang lebih kecil. Perbedaan tingkat energy kedua kelompok orbital tersebut diberi harga sebagai  10 Dq atau Δ0 (gambar 4).Perbedaan tingkat energy itu dapat besar atau kecil bergantung beberapa factor, tetapi semua itu didefinisikan sebagai 10 Dq. Pada pengisian electron, orbital t2g akan diisi lebih dahulu daripada orbital eg.
Pendekatan ion ke logam dapat dipandang melalui dua tahap. Tahap pertama ligan mendekat menghasilkan medan simetri (ke seluruh arah ) sehingga dihasilkan  kenaikan tingkat energy kelima orbital d (disebut orbital terdegenarasi hipotesis). Kedua pendekatan ligan dari arah tertentu (bentuk oktahendron) sehingga pembelahan orbital hipotesis menjadi dua kelompok yaitu pusat gravitasnya tetap. Dengan demikian tidak ada perubahan energy rata-rata dari orbital d secara keseluruhan. Dengan demikian tingkat energy orbital eg sebesar Dq lebih tinggi dari pusat gravitas dan orbital t2g sebesar 4 Dq lebih rendah dari pusat gravitas.
A.      Pengukuran 10 Dq
     Perlu diketahui bagaimana mengukur besarnya energy 10 Dq. Dalam hal ini digunakan satu contoh ion kompleks [Ti(H2O)6]. Ion Ti3+ memiliki satu electron pada orbital d atau konfigurasinya d4.Elektron itu tentu saja akan menempati orbital d terendah.  Dalam hal kompleks octahedral akan menempati orbital t2g.Larutan kompleks Ti3+ berwarna violet sebagai hasil penyerapan foton untuk mengeksitasi electron t2g4 ego                    t2go eg1
System d4 merupakan transisi yang sangat sederhana untuk menunjukkan transisi electron dari electron t2g4   ke ego. untuk system dn interaksi antar electron harus dipertimbangkan sehingga transisi menjadi lebih rumit.
B.       Energi Stabilisasi Medan Kristal
Teori elektrostatik sederhana tidak mengenal adanya orbital d yang mempunyai energy berbeda dalam kompleks. Karena itu teori ini menyatakan bahwa electron d terhadap pada orbital d hipotesis yang degenerate. Kenyataannya elektron d tadi menempati orbital t2g yang mempunyai energy 4 Dq lebih rendah dari orbital orbital hipotesis yang degenerate. Jadi  kompleks akan 4 Dq lebih stabil daripada senyawa elektrostatik sederhana. Dengan kata lain electron d dan juga kompleks sebagai keseluruhan, mempunyai energy lebih rendah sebagai hasil penempatan electron pada orbital t2g, suatu orbital yang relative jauh dari ligan. Energi sebesar 4 Dq disebut crystal field stabilization energy (CFSE) dari kompleks dan untuk  d2, CFSE= -8 Dq serta untuk d3 -12 Dq. Dalam pengisian electron aturan hund tetap berlaku. Elektron tetap tidak membentuk pasangan terlebih dahulu apabila masih ada orbital lain yang tingkat energinya sama belum terisi electron.  Dalam hal d2 ada dua kemungkinan konfigurasi, electron keempat dapat memasuki orbital eg atau orbital t2g dengan membentuk pasangan. Jika electron menempati  orbital eg maka pada kondisi ini dinamakan medan lemah atau spin tinggi. Kompleksnya dinamakan kompleks medan lemah atau kompleks spin tinggi. Kondisi itu  terjadi apabila harga 10 Dq sedemikian kecil sehingga energy yang diperlukan untuk membentuk pasangan electron dalam satu orbital (P) lebih besar daripada 10 Dq (P >10 Dq). Karena electron keepat menempati orbital eg maka harga CFSE menjadi (3x -4 Dq) + (1 x + 6Dq) =- 6 Dq
     Sistem d4 untuk kompleks medan lemah memiliki konfigurasi electron t2g3 eg4. Untuk sistem d5 elektron kelima akan masuk ke orbital eg sehingga konfigurasi electron menjadi  t2g3 eg2 dengan CFSE = 0. Dengan cara yang sama untuk system d6 – d10 dengan mudah dapat diperoleh.
 Sebagai contoh : ligan-ligan (seperti I- dan Br- ) yang menghasilkan Δ orbital d yang kecil disebut ligan medan lemah. Dalam hal ini adalah lebih mudah mendapatkan electron di aras energy orbital yang lebh tinggi daripada menepatkan dua electron pada orbital yang sama. Ini dikarenakan gaya tolak menolak dua elektrok lebih besar daripada Δ. Oleh karena itu, masing –masing electron ditempatkan pada setiap orbital d terlebih dahulu sebelum dipasangkan. Hal ini sesuai dengan kaidah hund dan menghasilkan “spin tinggi”, yaitu Br- adalah ligan medan lemah menghasilkan Δoct yang lebih kecil. Maka, ion [FeBr6]3-, yang juga memiliki 5 elektron , akan memiliki diagram pemisahan electron yang kelima orbitalnya dipenuhi secara tunggal
Jika pembedahan orbital sedemikian besar sehingga melebihi energy untuk pembentukan pasangan (10 Dq > P), electron keempat cenderung menempati orbital t2g.Kondisi semacam ini dinamakan medan kuat dan kompleksnya disebut sebagai kompleks medan kuat atau kompleks spin rendah. Harga CFSE untuk system d4 sama dengan -16 Dq + P, untuk system d5-20 Dq + 2P dan untuk d6 -24 Dq +3P. Sebagai contoh , NO2- yang merupakan ligan medan kuat, menghasilkan Δ yang besar. Ion octahedron [Fe(NO2)6]3- yang memiliki 5 elektron d akan memiliki diagram pemisahan ektahendron yang kelima elektronnya berada diorbital t2g.
Energi pasangan electron. Energi ini diperlukan apabila dua electron membentuk pasangan. Perbedaan energy antara konfigurasi spin rendah dan spin tinggi disebabkan 2 hal. Pertama adalah tolakan electron yang harus diatasi ketika dua electron ditempatkan dalam satu orbital (Pcoul) dan kedua adalah adanya energy perpindahan spin electron (Peks), yaitu energy yang diperlukan untuk mengubah spin dari pararel menjadi antipararel.
III. MEDAN TETRAHEDRAL
            Ligan –ligan yang tersusun secara tetrahedral sekita ion pusat tidak ada yang secara langsung searah dengan orbital eg atau t2g. Keempat ligan dalam struktur tetrahedral dapat digambarkan terletak pada sudut-sudut kubus seperti pada gambar 5. Dari gambar terlihat bahwa orbital t2g lebih dekat kepada ligan-ligan daripada orbital eg. Karena hal ini maka dalam medan tetrahedral, orbital t2g mendapat pengaruh yang besar dari ligan, akibatnya energy level orbital t2g naik dan orbital eg turun.Selanjutnya karena pusat gravitas tetap sama, orbital t2g 4 Dq diatas pusat gravitas dan eg 6 Dq dibawah pusat gravitas. Jadi pembelahan orbital d pada koordinasi kubus yang terdiri atas 8 ligan akan merupakan kebalikan dari octahedral Jika empat ligan kosong (gambar 5) dihilangkan maka tinggal 4 ligan lain yang terbentuk tetrahedral. Posisi tingkat energy orbital tetap sama tetapi besarnya akan berkurang menjadi separuhnya karena perbedaan tingkat energi tidak besar maka dalam kompleks tetrahedral hanya dikenal medan lemah dan konfigurasi electron dan besarnya CFSE akan menjadi sederhana. Energi pasangan tidak pernah lebih besar daripada 10 Dq sehingga tidak akan membentuk pasangan terlebih dahulu sebelum semua orbital terisi. Sistem d4, sebagai contoh ,mempunyai konfigurasi electron eg2 t2g2 dengan CFSE -4Dq. Akibat lain adalah harga CFSE tidak pernah mencapai -16 Dq sampai -24 Dq.
A.    Faktor-faktor yang mempengaruhi harga 10 Dq
Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi besarnya pembelahan orbital d oleh  ligan. Pertama adalah muatan ion logam. Makin banyak muatan ion,makin besar pula harga 10 Dq-nya. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan model medan Kristal elektrostatik. Semakin besar muatan ion logam akan semakin besar pula kemampuannya untuk menarik ligan lebih dekat. Akibatnya pengaruh ligan semakin kuat sehingga pembelahan orbital semakin besar.
Jenis ion pusat ternyata juga mempengaruhi harga 10 Dq. Logam –logam yang terletak dalam satu periode pada system periodic memang tidak begitu berbeda harga Dq-nya. Tetapi, bila dibandingkan logam-logam yang terletak dalam satu golongan,logam-logam memiliki orbital 5d lebih kuat daripada 4d dan 3d.
Faktor kedua adalah sifat ligan. Pengaruh ligan terhadap Δ , dinyatakan dalam apa yang disebut spectrochemical series.Untuk ion pusat dan bentuk geometri tertentu. Strong ligan field menyebabkan Δ yang besar, sedangkan weak ligand field menyebabkan Δ yang kecil. Beberapa ligan dapat dideretkan dalam suatu seri, sesuai dengan kekuatan medannya. Seri ini disebut spectrochemical series. Urutan ini tidak tergantung ion pusat dan bentuk geometri.
CO ~ CN- > NO2- > dipy >en > NH3 ~ py >NCS- > H2O > RCO-2 > OH- >
                                                1                                            2                       3
              Strong ligand field
               F>  Cl- > Br- > I-
                            4             Weak ligand field
            Angka 1,2, 3,  dan 4 menyatakan banyaknya lone pair electron yang ada. Dari daftar diatas ternyata, ligan-ligan dengan lone pair electron  sedikit mempunyai medan lebih kuat dari ada yang banyak. Hal ini disebabkan karena interaksi dengan ion pusat dari ligan dengan lone pair electron sedikit, lebih besar daripada ligan dengan lone pair electron yang banyak. Untuk menjelaskan deretan diatas teori medan kristal yang hanya memperhitungkan ikatan dalam kompleks sebagai ikatan ionic perlu diperluas. Dengan menganggap bahwa sebagian dari ikatan yang ada berisifat ikatan kovalen. Teori Medan Kristal yang memperhitungkan kemungkinan adanya ikatan kovalen disebut adjusted crystal field theory (ACFT). Atau lebih dikenal sebagai ligand field theory (LFT). Secara kualitatif teori ini dapat menetapkan Δ  yang disebabkan oleh bermacam-macam ligan. Molekul-molekul seperti CO, CN-, phen, NO2 yang menyebabkan Δ besar,ternyata dapat membentuk ikatan π dengan atom pusat. Adanya ikatan π inilah yang memperbesar CF splitting.


IV. BEBERAPA PEMAKAIAN TEORI MEDAN KRISTAL
            Banyak sifat-sifat serta kenyatan-kenyataan lain yang dapat dijelaskan dengan teori medan Kristal antara lain:
a.      Pengaruh Medan Ligan pada Warna
 Warna-warna cerah yang terlihat pada lkebanyakan senyawa koordinasi dapat dijelaskan oleh teori medan Kristal ini. Hampir semua senyawa-senyawa  kompleks mempunyai warna-warna tertentu, karena zat ini meyerap sinar di daerah tampak atau visible region. Jika orbital-d dari sebuah kompleks berpisah menjadi dua kelompok seperti yang dijelaskan di atas, maka ketika molekul tersebut menyerap foton dari cahaya tampak, satu atau lebih elektron yang berada dalam orbital tersebut akan meloncat dari orbital-d yang berenergi lebih rendah ke orbital-d yang berenergi lebih tinggi, menghasilkan keadaam atom yang tereksitasi. Perbedaan energi antara atom yang berada dalam keadaan dasar dengan yang berada dalam keadaan tereksitasi sama dengan energi foton yang diserap dan berbanding terbalik dengan gelombang cahaya. Karena hanya gelombang-gelombang cahaya (λ) tertentu saja yang dapat diserap (gelombang yang memiliki energi sama dengan energi eksitasi), senyawa-senyawa tersebut akan memperlihatkan warna komplementer (gelombang cahaya yang tidak terserap),yang nampak pada mata kita sebagai warna.  Bila zat menyerap semua warna dari  sinar tampak , zat tersebut berwarna hitam dan sebaliknya  bila zat sama sekali tidak meyerap warna sinar tampak, zat tersebut berwarna putih.
            Seperti yang dijelaskan di atas, ligan-ligan yang berbeda akan menghasilkan medan kristal yang energinya berbeda-beda pula, sehingga kita bisa melihat warna-warna yang bervariasi. Untuk sebuah ion logam, medan ligan yang lebih lemah akan membentuk kompleks yang Δ-nya bernilai rendah, sehingga akan menyerap cahaya dengan λ yang lebih panjang dan merendahkan frekuensi ν. Sebaliknya medan ligan yang lebih kuat akan menghasilkan Δ yang lebih besar, menyerap λ yang lebih pendek, dan meningkatkan frekuensi ν. Sangatlah jarang energi foton yang terserap akan sama persis dengan perbedaan energi Δ; terdapat beberapa faktor-faktor lain seperti tolakan elektron dan efek Jahn-Teller yang akan mempengaruhi perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi.
Misalnya [Ti(OH2)6]3+ berwarna ungu sedang [Cu(OH2)6]2+ berwarna biru muda. Untuk suatu ion pusat warnanya berbeda bila ligannya berbeda, misalnya [Cn(OH)2]2+ berwarna biru muda, tetapi [Cu(NH3)4(OH2)]2+ berwarna biru tua. 
Roda warna mendemonstrasikan warna senyawa yang akan terlihat jika ia hanya menyerap satu gelombang cahaya. Sebagai contoh, jika senyawa tersebut menyerap warna merah, maka ia akan tampak hijau.
λ diserap vs warna terpantau
400nm Ungu diserap, Hijau-kuning terpantau (λ 560nm)
450nm Blue diserap, Kuning terpantau (λ 600nm)
490nm Biru-hijau diserap, Merah terpantau (λ 620nm)
570nm Kuning-hijau diserap, Ungu terpantau (λ 410nm)
580nm Kuning diserap, Biru tua terpantau (λ 430nm)
600nm Jingga diserap, Biru terpantau (λ 450nm)
650nm Merah diserap, Hijau terpantau (λ 520nm)
a.      Distorsi tetragonal dari octahedral
            Jika dua ligan trans dalam kompleks octahedral (misalnya sepanjang sumbu z) menjauhi atau mendekati ion logam maka kompleks mengalami distorsi secara tetragonal. Biasanya beberapa distorsi sulit terjadi karena akan kehilangan energy ikat, walaupun demikian pada kondisi tertentu memungkinkan terjadinya suatu distorsi. Salah satu kondisi yang menyebabkan terjadinya distorsi adalah efek John Teller. Teorema John Teller mengatakan bahwa untuk system non-linear, yaitu dimana system orbital-orbital yang berada dalam keadaan tergenerasi terdistribusi electron secara tidak merata, distorsi pasti terjadi menjadi sistem kurang simetri, orbitalnya terdegenaarsi dan energinya turun.
            Kompleks [Ti(H2O)6]3+ merupakan suatu conton system non linear  karena satu electron ion logam ditempatkan dalam orbital t2g yang tersusun oleh tiga orbital terdegenarasi (system non-linear). Berdasarkan teorema John Teller kompleks itu harus mengalami distorsi. Sayangnya, teorema tidak meramalkan jenis distorsi mana yang akan terjadi apakah keluar z (z-out) atau masuk z (z-in). Untuk memahami jenis distorsi yang terjadi dapat digunakan suatu asumsi suatu electron akan menempati tingkat energy yang lebih rendah agar memperoleh stabilitas tambahan. Berdasarkan hal ini mudah dipahamibahwa jikaelektron pada kompleks Ti3+ menempati orbital dx2- y2 atau ligan sumbu x mendekati ion logam akan memiliki stabilitas lebih tinggi daripada jika ligan sumbu z menjauhi ion logam. Harga CFSE akan 2/3 lebih besar daripada jika tidak terjadi distorsi dan 1/3 lebih besar jika mengalami distorsi ligan sumbu z menjauhi ion pusat. Adanya distorsi pada kompleks ini ditunjukkano leh adanya dua spectrum hasil eksitasi t2g eg0          t2g0 eg1.
DAFTAR PUSTAKA

Zumdahl, Steven S. Chemical Principles Fifth Edition. Boston: Houghton Mifflin Company, 2005. 550-551,957-964.
D. F. Shriver and P. W. Atkins. Inorganic Chemistry 3rd edition. Oxford University Press, 2001. Pages: 227-236.
Housecroft, C. E. and Sharpe, A. G. (2005) Inorganic Chemistry 2nd edition, England: Pearson Education Limited.
Sukardjo, Prof, Dr. Kimia Koordinasi. 1992. PT. Rineka Cipta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar