Teori medan kristal ini dikembangkan oleh Bethe (1929)
dan Van Vleck (1931-1935). Walaupun teori ini telah lama digunakan oleh
orang-orang fisika, baru mulai 1950 orang kimia mengetahui teori tersebut.
Teori ini mengasumsikan bahwa interaksi antara atom pusat dan ligan
hanya merupakan interaksi elektrostatik (ionik). Ion kompleks tersusun dari ion
pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang mempunyai
momen dipol permanen. Ion atau atom pusat dipandang sebagai partikel bermuatan
positif sedangkan ligan sebagai partikel bermuatan negatif, karena pada umumya
ligan bermuatan negatif atau molekul polar.
Penyebab
timbulnya teori ini, karena teori ikatan valensi mempunyai beberapa kelemahan
antara lain :
1.
Terdapatnya warna-warna dalam senyawa
kompleks yang tidak dapat diterangkan melalui teori ikatan valensi
2.
Ion-ion Ni2+ , Pd2+, Pt2+
dan Au3+ yang biasanya membentuk kompleks planar segi empat dapat
membentuk kompleks tetrahendral atau kompleks dengan bilangan koordinasi 5
3.
Adanya beberpa kompleks ynag memilih
membentuk outer orbital complexes
4.
Tidak dapat menjelaskan terjadinya
spektra elekrtronik
5.
Keterangan tentang terjadinya kompleks
planar segiempat dari [Cu(N3)N4]2+
6.
Perbedaan antara kompleks ionik dan
kompleks kovalen.
Medan listrik
dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya sedang medan
gabungan dari ligan-ligan akan mempengruhi elektron-elektron dari ion pusat.
Pengaruh ligan ini terutama mengenai elektron d dari ion pusat
(logam-logam transisi). Pengaruh ligan tergantung dari jenisnya, terutama pada
kekuatan medan listrik dan kedudukan geometri ligan-ligan dalam kompleks.
Dengan adanya ligan
disekitar ion pusat, akan menimbulkan medan listrik yang akan menolak elektron
terutama, elektron d ion pusat. Akibatnya, orbital d tidak lagi
terdegenerate, orbital d ini terbagi menjadi beberapa orbital dengan
energi yang berbeda. Dikatakan juga orbital d ini mengalami Splitting. Oleh karena itu elektron d yang berdekatan dengan ligan akan memiliki energi yang lebih
besar dari yang berjauhan dengan ligan,menyebabkan pemisahan energi orbital-d. Pemisahan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut :
1.
Sifat-sifat Logam
2.
Keadan oksidasi logam. Keadaan oksidasi
oksidasi yang kebih besar menyebabkan pemisahan yang lebh besar
3.
Susunan ligan di sekitar Logam
4.
Sifat –sifat ligan yang mengelilingi ion
logam. Efek ligan yg lebih kuat akan menyebabkan perbedaan eenergi yang kebih
besar antara orbital 3d yang
berenergi tinggi dengan yang berenergi rendah
Sebagai
contoh : Ligan di dalam ion kompleks berupa ion-ion negatif
seperti F- dan CN-
atau berupa molekul-molekul polar dengan muatan negatifnya mengarah pada ion
pusat seperti H2O atau NH3. Ligan ini akan menimbulkan
medan listrik yang akan menolak electron terutama electron d dari ion pusat, karena electron d ini terdapat di orbital paling
luar dari ion pusat. Penolakan ini menyebabkan energy level orbital d dari ion
pusat bertambah.
Bila kelima orbital d sama dan medan ligan mempengaruhi
kelimanya dengan cara yang sama maka kelima orbital d inti akan tetap
degenerate pada energy level yang lebih tinggi (gambar 2 b). Namun kenyataannya
kelima orbital d tidak sama, yaitu ada orbital eg atau d γ dan t2g
atau d e.
Akibat dari ini orbital d diurai oleh medan ligan. Peristiwa ini
disebut uraian medan kristal atau crystal field splitting. Ligan-ligan yang
menghasilkan medan listrik yang kuat disebut ligan medan kuat, dan
sebaliknya disebut ligan medan lemah. Splitting dari orbital d
oleh ligan bergantung pada strukturnya dan berbeda untuk struktur oktahedral,
tetrahedral, dan planar segi empat.
II. MEDAN OKTAHEDRAL
Struktur kompleks yang paling umum adalah octahedral, dalam struktur ini enam ligan membentuk octahedral di sekitar ion logam. Susunan ligan-ligan di sekitar ion pusat dalam struktur oktahedral dapat dilihat pada gambar 3. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa daya tolak yang dialami oleh ligan-ligan paling besar untuk electron-elektron yang terdapat pada orbital-orbital sepanjang sumbux,y,dan z. Pada gambar 3. Nampak bahwa orbital dz2 dan dx2- y2 terdapat pada sumbu x,y, dan z sedang orbital dxy , dxz dan dyz terdapat antara sumbu-sumbu.
Jika medan hasil dari pengaruh ligan itu tidak
simetri (tidak segala arah) misalnya jika ligan berjumlah 6 membentuk kompleks
octahedral dan kemudian dibayangkan bahwa keenam ligan itu masuk sepanjang sumbu
dari sisten koordinat,yaitu dari arah Z, -Z, X, -X, Y dan –Y (gambar 3) maka
pada kondisi ini, ligan-ligan ini beriteraksi kuat dengan orbital-otbital yang
terletak sepanjang sumbu X, Y, dan Z yaitu orbital dz2
dan dx2- y2. Akibatnya tingkat energy kedua orbital itu akan naik,
sedangkan ketiga orbital lain kurang kuat interaksinya sehingga tingkat
energinya lebih rendah.
Dengan kata lain kelima orbital d orbital d akan berpisah menjadi dua kelompok energy dengan perbedaan Δoct. Orbital dxy , dxz dan dyz akan memiliki energy yang lebih rendah (disebut dengan orbital t2g) daripada orbital dz2 dan dx2- y2 (disebut orbital eg) . Hal ini dikarenakan orbital dxy , dxz dan dyz memiliki posisi lebih jauh dari ligan-ligan, sehingga mendapat gaya tolak yang lebih kecil. Perbedaan tingkat energy kedua kelompok orbital tersebut diberi harga sebagai 10 Dq atau Δ0 (gambar 4).Perbedaan tingkat energy itu dapat besar atau kecil bergantung beberapa factor, tetapi semua itu didefinisikan sebagai 10 Dq. Pada pengisian electron, orbital t2g akan diisi lebih dahulu daripada orbital eg.
Pendekatan ion ke logam dapat dipandang melalui
dua tahap. Tahap pertama ligan mendekat menghasilkan medan simetri (ke seluruh
arah ) sehingga dihasilkan kenaikan
tingkat energy kelima orbital d (disebut orbital terdegenarasi hipotesis).
Kedua pendekatan ligan dari arah tertentu (bentuk oktahendron) sehingga
pembelahan orbital hipotesis menjadi dua kelompok yaitu pusat gravitasnya
tetap. Dengan demikian tidak ada perubahan energy rata-rata dari orbital d
secara keseluruhan. Dengan demikian tingkat energy orbital eg
sebesar Dq lebih tinggi dari pusat gravitas dan orbital t2g sebesar
4 Dq lebih rendah dari pusat gravitas.
A.
Pengukuran 10 Dq
Perlu diketahui bagaimana mengukur besarnya
energy 10 Dq. Dalam hal ini digunakan satu contoh ion kompleks [Ti(H2O)6].
Ion Ti3+ memiliki satu electron pada orbital d atau konfigurasinya d4.Elektron
itu tentu saja akan menempati orbital d terendah. Dalam hal kompleks octahedral akan menempati
orbital t2g.Larutan kompleks Ti3+ berwarna violet sebagai
hasil penyerapan foton untuk mengeksitasi electron t2g4 ego t2go eg1
System d4 merupakan transisi yang sangat sederhana untuk
menunjukkan transisi electron dari electron t2g4 ke ego. untuk system dn
interaksi antar electron harus dipertimbangkan sehingga transisi menjadi lebih
rumit.
B.
Energi Stabilisasi Medan Kristal
Teori elektrostatik sederhana tidak mengenal adanya orbital d yang
mempunyai energy berbeda dalam kompleks. Karena itu teori ini menyatakan bahwa
electron d terhadap pada orbital d hipotesis yang degenerate. Kenyataannya
elektron d tadi menempati orbital t2g yang mempunyai energy 4 Dq
lebih rendah dari orbital orbital hipotesis yang degenerate. Jadi kompleks akan 4 Dq lebih stabil daripada
senyawa elektrostatik sederhana. Dengan kata lain electron d dan juga kompleks
sebagai keseluruhan, mempunyai energy lebih rendah sebagai hasil penempatan
electron pada orbital t2g, suatu orbital yang relative jauh dari
ligan. Energi sebesar 4 Dq disebut crystal field stabilization energy (CFSE)
dari kompleks dan untuk d2,
CFSE= -8 Dq serta untuk d3 -12 Dq. Dalam pengisian electron aturan
hund tetap berlaku. Elektron tetap tidak membentuk pasangan terlebih dahulu
apabila masih ada orbital lain yang tingkat energinya sama belum terisi
electron. Dalam hal d2 ada
dua kemungkinan konfigurasi, electron keempat dapat memasuki orbital eg
atau orbital t2g dengan membentuk pasangan. Jika electron
menempati orbital eg maka
pada kondisi ini dinamakan medan lemah
atau spin tinggi. Kompleksnya
dinamakan kompleks medan lemah atau kompleks spin tinggi. Kondisi itu terjadi apabila harga 10 Dq sedemikian kecil
sehingga energy yang diperlukan untuk membentuk pasangan electron dalam satu
orbital (P) lebih besar daripada 10 Dq (P >10 Dq). Karena electron keepat
menempati orbital eg maka harga CFSE menjadi (3x -4 Dq) + (1 x +
6Dq) =- 6 Dq
Sistem d4 untuk
kompleks medan lemah memiliki konfigurasi electron t2g3 eg4.
Untuk sistem d5 elektron kelima akan masuk ke orbital eg
sehingga konfigurasi electron menjadi t2g3
eg2 dengan CFSE = 0. Dengan cara yang sama untuk system d6
– d10 dengan mudah dapat diperoleh.
Sebagai contoh : ligan-ligan (seperti I-
dan Br- ) yang menghasilkan Δ orbital d yang kecil disebut ligan
medan lemah. Dalam hal ini adalah lebih mudah mendapatkan electron di aras
energy orbital yang lebh tinggi daripada menepatkan dua electron pada orbital
yang sama. Ini dikarenakan gaya tolak menolak dua elektrok lebih besar daripada
Δ. Oleh karena itu, masing –masing electron ditempatkan pada setiap orbital d
terlebih dahulu sebelum dipasangkan. Hal ini sesuai dengan kaidah hund dan
menghasilkan “spin tinggi”, yaitu Br- adalah ligan medan lemah
menghasilkan Δoct yang lebih kecil. Maka, ion [FeBr6]3-,
yang juga memiliki 5 elektron , akan memiliki diagram pemisahan electron yang
kelima orbitalnya dipenuhi secara tunggal
Jika pembedahan orbital sedemikian besar sehingga melebihi energy untuk
pembentukan pasangan (10 Dq > P), electron keempat cenderung menempati
orbital t2g.Kondisi semacam ini dinamakan medan kuat dan kompleksnya disebut sebagai kompleks medan kuat atau kompleks
spin rendah. Harga CFSE untuk system d4 sama dengan -16 Dq + P,
untuk system d5-20 Dq + 2P dan untuk d6 -24 Dq +3P.
Sebagai contoh , NO2- yang merupakan ligan medan kuat,
menghasilkan Δ yang besar. Ion octahedron [Fe(NO2)6]3-
yang memiliki 5 elektron d akan memiliki diagram pemisahan ektahendron yang
kelima elektronnya berada diorbital t2g.
Energi pasangan electron. Energi ini diperlukan apabila dua electron
membentuk pasangan. Perbedaan energy antara konfigurasi spin rendah dan spin
tinggi disebabkan 2 hal. Pertama adalah tolakan electron yang harus diatasi
ketika dua electron ditempatkan dalam satu orbital (Pcoul) dan kedua
adalah adanya energy perpindahan spin electron (Peks), yaitu energy
yang diperlukan untuk mengubah spin dari pararel menjadi antipararel.
III. MEDAN TETRAHEDRAL
Ligan –ligan yang tersusun secara tetrahedral
sekita ion pusat tidak ada yang secara langsung searah dengan orbital eg
atau t2g. Keempat ligan dalam struktur tetrahedral dapat digambarkan
terletak pada sudut-sudut kubus seperti pada gambar 5. Dari gambar terlihat
bahwa orbital t2g lebih dekat kepada ligan-ligan daripada orbital eg.
Karena hal ini maka dalam medan tetrahedral, orbital t2g mendapat
pengaruh yang besar dari ligan, akibatnya energy level orbital t2g
naik dan orbital eg turun.Selanjutnya karena pusat gravitas tetap sama, orbital t2g 4
Dq diatas pusat gravitas dan eg 6 Dq dibawah pusat gravitas. Jadi
pembelahan orbital d pada koordinasi kubus yang terdiri atas 8 ligan akan
merupakan kebalikan dari octahedral Jika empat ligan kosong (gambar 5) dihilangkan maka tinggal 4 ligan lain
yang terbentuk tetrahedral. Posisi tingkat energy orbital tetap sama tetapi
besarnya akan berkurang menjadi separuhnya karena perbedaan tingkat energi
tidak besar maka dalam kompleks tetrahedral hanya dikenal medan lemah dan
konfigurasi electron dan besarnya CFSE akan menjadi sederhana. Energi pasangan
tidak pernah lebih besar daripada 10 Dq sehingga tidak akan membentuk pasangan
terlebih dahulu sebelum semua orbital terisi. Sistem d4, sebagai
contoh ,mempunyai konfigurasi electron eg2 t2g2
dengan CFSE -4Dq. Akibat lain adalah harga CFSE tidak pernah mencapai -16 Dq
sampai -24 Dq.
A. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga 10 Dq
Ada
beberapa factor yang dapat mempengaruhi besarnya pembelahan orbital d oleh ligan. Pertama adalah muatan ion logam. Makin banyak muatan ion,makin besar pula harga 10
Dq-nya. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan model medan Kristal
elektrostatik. Semakin besar muatan ion logam akan semakin besar pula
kemampuannya untuk menarik ligan lebih dekat. Akibatnya pengaruh ligan semakin
kuat sehingga pembelahan orbital semakin besar.
Jenis
ion pusat ternyata juga mempengaruhi harga 10 Dq. Logam –logam yang terletak
dalam satu periode pada system periodic memang tidak begitu berbeda harga
Dq-nya. Tetapi, bila dibandingkan logam-logam yang terletak dalam satu
golongan,logam-logam memiliki orbital 5d lebih kuat daripada 4d dan 3d.
Faktor kedua adalah sifat ligan. Pengaruh ligan terhadap Δ , dinyatakan dalam
apa yang disebut spectrochemical series.Untuk
ion pusat dan bentuk geometri tertentu. Strong
ligan field menyebabkan Δ yang besar, sedangkan weak ligand field menyebabkan Δ yang kecil. Beberapa ligan dapat
dideretkan dalam suatu seri, sesuai dengan kekuatan medannya. Seri ini disebut spectrochemical series. Urutan ini tidak
tergantung ion pusat dan bentuk geometri.
CO
~ CN- > NO2- > dipy >en
> NH3 ~ py >NCS- > H2O > RCO-2
> OH- >
1 2 3
Strong ligand field
F- > Cl- > Br- > I-
4 Weak ligand field
Angka 1,2, 3,
dan 4 menyatakan banyaknya lone pair electron yang ada. Dari daftar
diatas ternyata, ligan-ligan dengan lone
pair electron sedikit mempunyai
medan lebih kuat dari ada yang banyak. Hal ini disebabkan karena interaksi
dengan ion pusat dari ligan dengan lone
pair electron sedikit, lebih besar daripada ligan dengan lone pair electron yang banyak. Untuk menjelaskan deretan
diatas teori medan kristal yang hanya memperhitungkan ikatan dalam kompleks
sebagai ikatan ionic perlu diperluas. Dengan menganggap bahwa sebagian dari
ikatan yang ada berisifat ikatan kovalen. Teori Medan Kristal yang
memperhitungkan kemungkinan adanya ikatan kovalen disebut adjusted crystal field theory (ACFT). Atau lebih dikenal sebagai ligand field theory (LFT). Secara
kualitatif teori ini dapat menetapkan Δ
yang disebabkan oleh bermacam-macam ligan. Molekul-molekul seperti CO,
CN-, phen, NO2 yang menyebabkan Δ besar,ternyata dapat
membentuk ikatan π dengan atom pusat. Adanya ikatan π inilah yang memperbesar
CF splitting.
IV.
BEBERAPA PEMAKAIAN TEORI MEDAN KRISTAL
Banyak sifat-sifat
serta kenyatan-kenyataan lain yang dapat dijelaskan dengan teori medan Kristal
antara lain:
a.
Pengaruh Medan Ligan pada Warna
Warna-warna cerah yang terlihat pada
lkebanyakan senyawa koordinasi dapat dijelaskan oleh teori medan Kristal ini. Hampir
semua senyawa-senyawa kompleks mempunyai
warna-warna tertentu, karena zat ini meyerap sinar di daerah tampak atau
visible region. Jika orbital-d
dari sebuah kompleks berpisah menjadi dua kelompok seperti yang dijelaskan di
atas, maka ketika molekul tersebut menyerap foton dari cahaya
tampak, satu atau lebih elektron yang berada dalam orbital tersebut akan
meloncat dari orbital-d yang berenergi lebih rendah ke orbital-d
yang berenergi lebih tinggi, menghasilkan keadaam atom yang tereksitasi.
Perbedaan energi antara atom yang berada dalam keadaan dasar dengan yang berada
dalam keadaan tereksitasi sama dengan energi foton yang diserap dan berbanding
terbalik dengan gelombang cahaya. Karena hanya gelombang-gelombang cahaya (λ)
tertentu saja yang dapat diserap (gelombang yang memiliki energi sama dengan
energi eksitasi), senyawa-senyawa tersebut akan memperlihatkan warna komplementer
(gelombang cahaya yang tidak terserap),yang nampak pada mata kita sebagai
warna. Bila zat menyerap semua warna
dari sinar tampak , zat tersebut
berwarna hitam dan sebaliknya bila zat
sama sekali tidak meyerap warna sinar tampak, zat tersebut berwarna putih.
Seperti yang dijelaskan di atas, ligan-ligan yang
berbeda akan menghasilkan medan kristal yang energinya berbeda-beda pula,
sehingga kita bisa melihat warna-warna yang bervariasi. Untuk sebuah ion logam,
medan ligan yang lebih lemah akan membentuk kompleks yang Δ-nya bernilai
rendah, sehingga akan menyerap cahaya dengan λ yang lebih panjang dan
merendahkan frekuensi ν. Sebaliknya medan ligan yang lebih kuat akan
menghasilkan Δ yang lebih besar, menyerap λ yang lebih pendek, dan meningkatkan
frekuensi ν. Sangatlah
jarang energi foton yang terserap akan sama persis dengan perbedaan energi Δ;
terdapat beberapa faktor-faktor lain seperti tolakan elektron dan efek Jahn-Teller yang
akan mempengaruhi
perbedaan energi antara keadaan dasar dengan keadaan tereksitasi.
Misalnya [Ti(OH2)6]3+
berwarna ungu sedang [Cu(OH2)6]2+ berwarna
biru muda. Untuk suatu ion pusat warnanya berbeda bila ligannya berbeda,
misalnya [Cn(OH)2]2+ berwarna biru muda, tetapi [Cu(NH3)4(OH2)]2+
berwarna biru tua.
Roda warna mendemonstrasikan warna senyawa yang akan terlihat jika ia hanya
menyerap satu gelombang cahaya. Sebagai contoh, jika senyawa tersebut menyerap
warna merah, maka ia akan tampak hijau.
λ diserap vs warna terpantau
400nm Ungu diserap, Hijau-kuning terpantau (λ 560nm)
450nm Blue diserap, Kuning terpantau (λ 600nm)
490nm Biru-hijau diserap, Merah terpantau (λ 620nm)
570nm Kuning-hijau diserap, Ungu terpantau (λ 410nm)
580nm Kuning diserap, Biru tua terpantau (λ 430nm)
600nm Jingga diserap, Biru terpantau (λ 450nm)
650nm Merah diserap, Hijau terpantau (λ 520nm)
400nm Ungu diserap, Hijau-kuning terpantau (λ 560nm)
450nm Blue diserap, Kuning terpantau (λ 600nm)
490nm Biru-hijau diserap, Merah terpantau (λ 620nm)
570nm Kuning-hijau diserap, Ungu terpantau (λ 410nm)
580nm Kuning diserap, Biru tua terpantau (λ 430nm)
600nm Jingga diserap, Biru terpantau (λ 450nm)
650nm Merah diserap, Hijau terpantau (λ 520nm)
a. Distorsi
tetragonal dari octahedral
Jika
dua ligan trans dalam kompleks octahedral (misalnya sepanjang sumbu z) menjauhi
atau mendekati ion logam maka kompleks mengalami distorsi secara tetragonal.
Biasanya beberapa distorsi sulit terjadi karena akan kehilangan energy ikat,
walaupun demikian pada kondisi tertentu memungkinkan terjadinya suatu distorsi.
Salah satu kondisi yang menyebabkan terjadinya distorsi adalah efek John Teller.
Teorema John Teller mengatakan bahwa untuk system non-linear, yaitu dimana
system orbital-orbital yang berada dalam keadaan tergenerasi terdistribusi
electron secara tidak merata, distorsi pasti terjadi menjadi sistem kurang
simetri, orbitalnya terdegenaarsi dan energinya turun.
Kompleks
[Ti(H2O)6]3+ merupakan suatu conton system non
linear karena satu electron ion logam
ditempatkan dalam orbital t2g yang tersusun oleh tiga orbital terdegenarasi
(system non-linear). Berdasarkan teorema John Teller kompleks itu harus
mengalami distorsi. Sayangnya, teorema tidak meramalkan jenis distorsi mana
yang akan terjadi apakah keluar z (z-out) atau masuk z (z-in). Untuk memahami
jenis distorsi yang terjadi dapat digunakan suatu asumsi suatu electron akan
menempati tingkat energy yang lebih rendah agar memperoleh stabilitas tambahan.
Berdasarkan hal ini mudah dipahamibahwa jikaelektron pada kompleks Ti3+
menempati orbital dx2- y2 atau ligan sumbu x
mendekati ion logam akan memiliki stabilitas lebih tinggi daripada jika ligan
sumbu z menjauhi ion logam. Harga CFSE akan 2/3 lebih besar daripada jika tidak
terjadi distorsi dan 1/3 lebih besar jika mengalami distorsi ligan sumbu z
menjauhi ion pusat. Adanya distorsi pada kompleks ini ditunjukkano leh adanya
dua spectrum hasil eksitasi t2g eg0 t2g0 eg1.
DAFTAR PUSTAKA
Zumdahl, Steven S. Chemical Principles Fifth Edition.
Boston: Houghton Mifflin Company, 2005. 550-551,957-964.
D. F. Shriver and P. W. Atkins. Inorganic Chemistry 3rd edition. Oxford
University Press, 2001. Pages: 227-236.
Housecroft, C. E. and Sharpe, A.
G. (2005) Inorganic Chemistry 2nd edition, England: Pearson Education
Limited.
Sukardjo, Prof, Dr. Kimia Koordinasi.
1992. PT. Rineka Cipta.